Komunitas Adat TANGGAP DARURAT SULTENG 

Menelusuri Banjir Bandang di Komunitas Adat Topoado

Oleh; Arman Seli

Banjir bandang telah melanda beberapa desa di Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi beberapa hari yang lalu. AMAN Sulawesi Tengah mengirimkan tim tanggap darurat untuk memantau dampak banjir dan melihat kebutuhan mendesak dari warga terdampak.

Salah satu masyarakat adat yang terdampak banjir adalah Ado atau Topoado.  Secara administratif, wilayah adat Topoado terdiri dari beberapa desa di Kecamatan Dolo Selatan dan Gumbasa. Topoado termasuk dalam Suku Kaili. Sub Suku Kaili Ado. Dalam bahasa Kaili Ado, “To” berarti orang atau kelompok, sedangkan “Po” keterangan bahwa pelaku /penutur bahasa tersebut (bahasa Ado).

Dari kantor AMAN Sulawesi Tengah menuju lokasi banjir dapat ditempuh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Menurut Daud (Tim AMAN) banyak relawan dari berbagai daerah yang sudah membantu warga terdampak. Mereka membagikan bantuan berupa makanan ke masyarakat. Ada juga yang terlihat sedang istirahat di Posko.

Selama perjalanan, Tim AMAN kerap kali harus berhenti sejenak untuk mengambil foto dengan menggunakan aplikasi AMAN App yang sudah terinstal di Handphone. Apliasi ini digunakan oleh tim AMAN yang melakukan pendataan dan monitoring situasi bencana di Sulteng.

Desa pertama yang dikunjungi adalah desa Walatana. Menurut Daud ada satu dusun di Desa Walatana yang belum tersentuh. Jumlah penduduk 120 kk, 391 jiwa. Setelah mengambil data di Walatana, ia melanjutkan perjalanan ke Desa Bangga.

Daud mengatakan bahwa Desa Bangga terdampak parah. “Kondisi di Bangga pasir masuk dalam rumahnya orang, banyak sekali pasir, ta tutup jalan”, kata Daud. Terutama di Dusun 2 yang terdiri 133 KK, 1191 jiwa, dengan rumah terendam banjir. “Dusun 2 parah sekali karena terendam semua rumah”, lanjutnya.

Usai mengambil titik koordinat di Bangga, Tim AMAN melanjutkan Perjalanan ke Desa Pakuli.

Desa Pakuli tidak terdampak langsung Banjir seperti di Desa Bangga. Beberapa rumah warga terlihat rusak, bukan karena banjir melainkan dampak dari gempa. Kepala Dusun 1, Pak Kifli menyebutkan secara keseluruhan jumlah warga ada 714 kk , 2650 Jiwa. Sekitar 147 rumah rusak.

Meskipun demikian, warga patut waspada terhadap kemungkinan bencana banjir. Berdasarkan pengamatan Tim AMAN, Desa Pakuli rawan Banjir, Sungai Lakuta yang berada di pegunungan meluap. Sungai ini, terbilang unik karena tidak bermuara.

Selanjutnya Tim AMAN bertemu Kepala dusun 3 di Desa Pakuli Utara. Jumlah penduduk ada 62 KK, 178 Jiwa. Sekitar 33 rumah rusak berat. Menurut Pak kepala dusun, ada seorang anak perempuan yang tertimpah runtuhan bangunan. “Ada satu anak perempuan jadi korban, kena bangunan rumah yang runtuh”, jelasnya.

Desa Pulu jumlah penduduknya 350 kk dan 1272 Jiwa. Beberapa rumah rusak akibat Gempa.

Daud mengatakan bahwa data-data penduduk dan terdampak bencana di atas didapat dari informasi kepala dusun di setiap desa. Hasil dari pendataan ini akan disampaikan ke Posko AMAN Sulawesi Tengah sebagai bahan perencanaan untuk penanganannya. (AS)

Penulis adalah penggiat masyarakat adat

Related posts

One Thought to “Menelusuri Banjir Bandang di Komunitas Adat Topoado”

Leave a Comment